http://pay4shares.com/?share=37145

Jumat, 10 Januari 2014

JANGAN ISTIMEWAKAN PERUSAHAAN TAMBANG ASING



Jangan istimewakan perusahaan tambang asingDirektur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Wira Budiman meminta pemerintah menyamaratakan hak antara pengusaha lokal dan pengusaha asing. Dioa menegaskan selama ini pemerintah menganaktirikan pengusaha nasional.

Dia mencontohkan perusahaan tambang asing sampai kini masih berstatus kontrak karya dan bukan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Selain itu, luasan lahan tambang mereka miliki lebih dari 25 ribu hektar, batas maksimal dibolehkan oleh Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Barang Tambang.

Contoh lain adalah royalti. Pengusaha nasional membayar royalti lima persen dari tiap ton barang tambang atau mineral dijual. Sedangkan perusahaan asing hanya membayar royalti di bawah lima persen.

Berikut penjelasan Wira saat ditemui Faisal Assegaf dari merdeka.com Selasa lalu di kantornya, lantai enam gedung Manggala Wanabakti.

Kenapa Anda bilang pemerintah menganaktirikan pengusaha nasional dan lebih mengistimewakan pengusaha asing?

Kontrak karya secara luasan perizinan diberikan 250 ribu hektar, ada yang 300 ribu. IUP dibatasi maksimal 25 ribu hektar. Di undang-undang minerba baru, sejak disahkan setahun setelah itu kontrak karya wajib disesuaikan dengan IUP, diganti menjadi IUPK (izin Usaha Pertambangan Khusus).

Undang-undang itu menjelaskan dengan terang, IUPK hanya boleh memiliki luasan maksimal 25 ribu hektar. Setelah renegosiasi 2010, tidak ada lagi yang namanya kontrak karya, tapi berganti menjadi IUPK.

Soal royalti, Vale (perusahaan nikel Australia) bayar empat persen. Freeport saya tidak tahu, tapi yang pasti mereka tidak bayar lima persen. Ini perlu kita sikapi. Asing bayar royalti lebih rendah daripada warga lokal. Lucu (seraya tertawa).

Lantas apa upaya pengusaha lokal melawan hegemoni pengusaha asing?

Apemindo tidak mau mencari musuh. Kita cuma mau memberitahu pemerintah tolong sejajarkan hak kita dengan pengusaha asing. Jangan kita dianaktirikan.

Apakah Anda melihat ada motif politik?

Kalau motif politik saya nggak mengerti dari pihak. Saya baca dari berbagai sumber asing menunggangi untuk memiskinkan bangsa Indonesia dengan cara-cara tertentu. Karena mereka kalah bersaing dengan China, mereka menggunakan pemerintah Indonesia sebagai alat.

Bisa Anda jelaskan hegemoni perusahaan tambang asing di Indonesia. Bagaimana menekan pemerintah dan pengusaha lokal?

Ada beberapa hal mereka lakukan seakan pemerintah Indonesia tidak berdaya. Mereka menolak renegosiasi dengan alasan kontrak dibikin antara pemerintah dengan mereka. Mereka memperlakukan pemerintah sebagai korporat. Padahal pemerintah itu adalah negara.

Dalam klausul kontrak, mereka harus menaati undang-undang dan peraturan di Indonesia. Ketika undang-undang minerba mengisyaratkan hal itu, pemerintah Indonesia seakan tidak berdaya untuk menekan. Padahal ada di klausul kontrak karena takut dibawa ke pengadilan arbitrase.

Mereka menekan pemerintah Indonesia sehingga tidak berdaya untuk renegosiasi. Alhasil sumber daya alam mereka pegang dan tidak bisa dipakai untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Padahal yang punya mineral adalah orang Indonesia.

Saya baca di Kompas Glencore (kartel mineral internasional) mendatangi salah satu menteri. Mereka mensyaratkan kalau Indonesia melarang ekspor, kita akan bangun smelter di Indonesia. Kita akan, bukan kita pasti bangun. Banyak orang tidak tahu setelah RDP, harga nikel dunia langsung naik 500 poin.

Kalau Indonesia benar-benar melarang ekspor bahan mentah, harga nikle dunia naik. Indonesia belum siap emslter, ujungnya pengusaha lokal mati, kita impor, perusahaan asing di luar menikmati kenaikan harga itu. Padahal, setelah larang ekspor, pengusaha asing akan masuk dan mereka beli.

Kalau pemerintah Indonesia tunduk, orang Indonesia tidak akan bisa tegak lagi. Selamanya akan tunduk. Di Indonesia timur mereka bakal menguasai mineral dan di Indonesia barat pengusaha asing sudah menguasai industri sawit.

Saya mengusulkan agar tata niaga menggunakan rupiah. Kita bayar gaji pakai rupiah, bayar solar pakai rupiah, bayar pajak pakai rupiah. Ya udah kita jual dengan rupiah, jangan pakai dolar. Kita nggak mau dipermainkan oleh asing.

Apakah idealisme Anda soal industri mineral di Indonesia?

Saya mau tambang harus ditata oleh orang Indonesia. Tata niaga juga kita atur. Semua harus pakai rupiah, supaya tidak tergantung pada dolar. China sudah mulai, semua pakai yuan. Kenapa Indonesia nggak berani? Kalau mau beli pakai rupiah. Kalau nggak mau, kita nggak mau jual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar