http://pay4shares.com/?share=37145

Sabtu, 04 Januari 2014

BRASIL DAN SEKS PIALA DUNIA 2014



Bisnis prostitusi kian ramai di tengah menggilanya pelacuran anak.


    Arena Corinthians, Sao Paulo, Brasil.  Debu-debu meruap ke udara di stadion yang baru setengah jadi. Suara bising mesin tiang pancang, campur deru alat pengaduk semen bergaung dari bangunan senilai US$360 juta itu. Stadion itu sedang dikebut pembangunannya jelang Piala Dunia 2014, yang akan dihelat Juni nanti. 

    Upaya pembangunan itu sudah dimulai dua tahun silam, dan ratusan buruh lajang pun tiba di sana. Mereka adalah pekerja konstruksi. Tentu, dengan datangnya banyak pekerja bangunan itu, muncul pula bisnis lain: pelacuran. Cerita soal pelacuran ini, di sela gemerincing uang yang mengalir, juga menyisakan banyak kontras kehidupan. 

     Para pekerja seks di bawah umur tinggal di kampung kumuh di belakang stadion megah itu. Bilik-bilik kayu kusam berjejer di sana. Letaknya tak beraturan, dan melambung di atas selokan besar. Bau bacin kadang menyengat. Atap dan dinding saling berhimpitan. Mirip kandang unggas. Tapi ini adalah sebuah kampung kecil. Sebagian para pekerja seks, dan buruh bangunan berdiam di sana.

Seorang gadis 14 tahun, namanya Poliana, sudah tiga bulan menjajakan dirinya di tepi pembatas stadion itu.  Cukup laris. Pelanggannya para buruh lajang, yang cari hiburan seks pada saat jam makan siang. Di bilik sempit itu, ranjang Poliana masih tampak penuh mainan kanak-kanak. 

Memang, saat jam makan siang adalah juga waktu para pekerja memburu para bocah perempuan seperti Poliana. Tarifnya sekitar Rp60 ribu sekali pakai. Para gadis belia itu juga menjual tubuhnya di sekitar motel, atau kamar-kamar di sepanjang pembatas stadion. Mereka dibawa oleh geng penyuplai pelacur. Kelompok yang akrab dengan dunia kriminal itu kerap blusukan ke kampung-kampung miskin di Brasil. Mereka memikat para gadis muda. Bahkan tak segan membelinya dari para ayah ibu mereka.

Fakta itu diungkapkan oleh aktivis anti pelacuran anak, Matt Roper, kepada Sunday Mirroryang lalu dikutip oleh News.com.au, saat Roper melakukan investigasi di Sao Paulo, beberapa bulan lalu. 

Para penyelundup pelacur, dan mafia Rusia, membawa para gadis belia yang mereka angkut dari sekujur Brasil, dan bahkan Afrika, sebagai budak seks. Kata Roper, pelacuran anak itu terjadi di depan hidung polisi. Para mafia itu membawa bus penuh sesak bocah perempuan ke kota berpenduduk 11, 3 juta jiwa, atau setara padatnya kota Jakarta.

Ihwal pelacuran di Brasil kini kerap menjadi sorotan. Apalagi bisnis esek-esek di negeri Samba itu mendadak booming menjelang Piala Dunia 2014. Tak hanya di tepi stadion, bisnis pelacuran sesungguhnya telah hadir di sejumlah kota penting lain di Brasil.

Misalnya, di Fortaleza, ibukota negara bagian Ceara, kawasan timur laut Brasil. Di depan sebuah sekolah di kota itu, seorang perempuan belasan tahun tampak bersandar di pagar besi. Dia mengaku bernama Jessica. Celananya pendek, dan ketat, menonjolkan seluruh lekuk tubuh gadis yang baru bertumbuh itu. Dia memakai tank top berwarna merah jambu.

Dengan bibir merah dipulas gincu, Jessica melihat satu per satu mobil melintas di depannya. Hari sudah malam. Jessica bersandar di tepi jalan Juscelino Kubitschek, beberapa kilometer dari Stadion Castelao, salah satu venue Piala Dunia 2014. Sejenak kemudian, sebuah mobil merapat, dan berhenti di depannya. Begitu pintu mobil terbuka, gadis remaja 16 tahun itu pun meloncat ke dalamnya.

Jessica, seperti juga Poliana, adalah sebuah potret, katakanlah wakil dari ratusan ribu pekerja seks di bawah umur di Brasil. Berdasarkan data UNICEF, di negeri itu, ada sekitar 250 ribu pekerja seks di bawah umur. Jumlah itu diramalkan akan bertambah saat Piala Dunia 2014 berlangsung.

Fortaleza adalah salah satu kota pesisir Brasil yang eksotis. Di kota inilah komposer terkenal asal Brasil Alberto Nepomuceno, dan bomber Mario Jardel lahir. Namun, Fortaleza bukanlah satu-satunya kota di Brasil yang terkenal dengan menu prostitusi bagi para turis.

Kota-kota lain, seperti Belo Horizonte, Sao Paulo dan Rio de Janeiro, tak kurang meletupnya dalam soal bisnis gairah purba ini. Lagipula, pelacuran adalah suatu yang legal di Brasil. Tak heran, sebagian warga di sana menawarkan tubuhnya untuk mencari nafkah. Mereka mendulang rezeki dari aneka proyek wisata seks.

Bisnis itu bakal mengggila menjelang Piala Dunia 2014. Menurut badan wisata Brazil, Embratur, ada sekitar 600 ribu wisatawan asing yang akan bertandang ke Brasil selama perhelatan itu. Mereka akan menghamburkan uangnya hingga US$11 miliar, atau setara Rp133 triliun. Bayangkan jika seperempat dari angka itu masuk ke bisnis prostitusi (lihatInfografik: Geliat Bisnis 'Esek-esek; di Brasil).

Piala Dunia 2014 memang menjanjikan laba sangat signifikan bagi ekonomi Brasil. Berdasarkan laporan Ernst & Young, turnamen sepakbola terbesar di dunia itu bisa menyumbang US$47,82 miliar, atau setara Rp579 triliun bagi perekonomian Brasil.

“Enjoy Now, Pay Later”

Itu sebabnya, industri prostitusi menjadi salah satu daya tarik penting di luar perhelatan Piala Dunia 2014. Para pekerja seks di sana bahkan sudah menata diri. Asosiasi Prostitusi Minas Gerais (Aprosmig) di Belo Horizonte,  misalnya, menawarkan kepada sekitar 4.000 anggotanya untuk ikut les bahasa Inggris secara gratis. Presiden Aprosmig, Cida Vieira, berharap les bahasa itu membuat anggotanya bisa lancar berbicara dengan para pelanggan asing. Jadi, tak perlu lagi pakai bahasa tarzan untuk kode urusan ranjang.

“Mereka harus belajar bagaimana bertransaksi, dan juga memakai diksi khusus dengan kata-kata sensual,” ujar Vieira seperti dikutip Huffington Post.

Dari sekitar 1 juta pekerja seks di Brasil, 80 ribu di antaranya berada di Belo Horizonte. Bisnis pelacuran di kota terbesar keenam di Brasil itu pun dipastikan akan menyala selama Piala Dunia. Total ada enam pertandingan dihelat di Belo Horizonte, tepatnya di Stadion Governador Magalhaes Pinto. Pada 24 Juni 2014,  Inggris akan bertanding melawan Kosta Rika di sana.

Persiapan menyambut para pencicip seks bahkan sudah dilakukan jauh hari. Untuk soal transaksi, misalnya, dibuat lebih mudah.  Para pelanggan betul-betul dimanja. Mereka bahkan tak harus membayar dengan uang tunai. Aprosmig bekerjasama dengan bank pemerintah Brasil, Caixa, menyediakan chip dan mesin PIN. Jadi, para pelanggan bisa membayar lewat cara debit atau kartu kredit.

Kode transaksi itu juga dibuat serahasia mungkin. Jadi pelanggan tak perlu risau ketahuan. Misalnya, bank tak akan mencantumkan aktivitas esek-esek klien dalam tagihan. Program ini disebut Aprosmig sebagai “Enjoy Now, Pay Later” atau “Nikmati Sekarang, Bayar Belakangan”. “Dengan kerjasama ini klien bisa bersama para wanita lebih lama tanpa gangguan,” ucap Vieira.

Tarif murah

Tarif prostitusi di Brasil juga cukup murah. Seperti dikutip dari Reuters, tarif tidur dengan seorang wanita pekerja seks di sebuah klub malam ternama di Brasil adalah sekitar US$90, atau setara Rp1 juta. Angka itu akan jauh lebih murah jika para wisatawan asing pergi ke kawasan kumuh di Brasil, atau biasa disebut Favela (baca bagian 3: Mencari Kamar di Favela).

Simak cerita Thais, pekerja seks di bawah umur asal Favela da Paz. Seperti halnya Poliana di Sao Paulo, Thais juga cukup laris. Dia bisa menerima 15 pelanggan dalam sehari. Sebagian besar adalah pekerja konstruksi. Pelanggan Thais saat Piala Dunia 2014 juga bakal meningkat. Soalnya Arena Corinthians akan menggelar tiga pertandingan melibatkan tiga negara Eropa: Inggris, Belanda, dan Belgia.

Tentu, Thais juga ingin mengeduk laba dari perhelatan besar itu. Anak baru gede itu, usianya 16 tahun, mengatakan akan menaikkan tarif selama acara Piala Dunia. Untuk para wisatawan asing, Thais akan memasang tarif £13, atau setara Rp259 ribu. Tarif ini naik hampir lima kali lipat dari biasanya.

Meski begitu, pesatnya industri prostitusi di bawah umur di Brasil tetap menjadi sorotan, apalagi ada 3,2 miliar mata penonton dari seluruh dunia yang menengok Brasil lewat televisi. Pemerintah Brasil juga menuai kritik. Mereka dianggap tak serius menangani masalah itu. Dari soal dana kampanye anti pelacuran anak, misalnya, Brasil hanya mengalokasikan belanja US$8 juta atau setara Rp97 miliar untuk setiap kota penyelenggara Piala Dunia 2014.

Jumlah itu tentu tak sebanding dengan dana pemerintah untuk membangun stadion baru, yang mencapai US$13,8 miliar atau Rp167,7 triliun. Atau dana promosi perhelatan itu, yang dicanangkan sebesar US$10 juta atau setara Rp121,5 miliar.

Padahal, untuk “menciptakan” pekerja seks di bawah umur di Brasil cukup mudah. Seorang germo di Sao Paulo, Thiago, kepada majalah Time mengatakan hanya dibutuhkan US$5.000 hingga US$10,000 (setara Rp60,7 juta-Rp121,5 juta) untuk membeli seorang perempuan muda dari orang tuanya, dan menjadikannya sebagai pekerja seks.

Seperti halnya kehidupan pekerja seks di bawah umur, di Brasil mereka juga penuh kisah muram. Mimpi bisa hidup nyaman, dan berharap bertemu jodoh kaya, kerap berujung kepada nestapa. Amanda contohnya. Bocah 13 tahun itu sudah dua kali melakukan aborsi. Amanda menjual tubuhnya hanya untuk mendapatkan satu bungkus rokok. Thiago mengatakan pekerja seks di bawah umur termuda di Brasil ada yang masih 11 tahun. 

Tapi bisnis esek-esek itu toh terus bergemuruh. Di sudut industri kreatif yang lain, misalnya perusahaan film. Seakan memperkuat daya tarik wisata seks di Piala Dunia 2014, film biru pun mendapat peluang. 

Adalah Brasileirinhas, perusahaan film porno asal Brasil, yang tak mau ketinggalan momen besar itu. Memang, sejak 1996 perusahaan itu getol memproduksi film porno bertemakan Piala Dunia. Brasileirinhas kini hendak mengulangi sukses Copa Do Sexo, film yang mereka hasilkan pada saat Piala Dunia 2010 lalu.

Empat tahun lalu, film itu dibintangi para aktris porno ternama Brasil, seperti Vanessinha, Luana dan Camila. Film itu laris manis dan menjadi blockbuster. UOL.com.br melansir Brasileirinhas meraup jutaan dollar dari penjualan Copa De Sexo. Itu sebabnya perusahaan itu bersiap dengan sekuel lanjutan. Syuting jilid kedua film itu sudah berjalan sejak 18 Desember 2013 lalu.

Begitulah. Piala Dunia 2014 di Brasil menyodorkan banyak kisah lain. Bahwa turnamen sepakbola terbesar dunia itu bukan sekadar urusan 22 orang berebut si kulit bundar di lapangan hijau. Tapi ia memberi peluang banyak pihak meraup untung, baik secara gelap maupun terang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar