http://pay4shares.com/?share=37145

Minggu, 05 Januari 2014

Cerita di Balik Layar Industri Film Korea Utara





Korea Utara memiliki industri film dan masih tetap kokoh berdiri.


Film Pulgasari buatan Korea Utara   Mungkin tidak banyak yang tahu jika Korea Utara juga memiliki industri film dan masih tetap kokoh berdiri hingga saat ini. Namun, sudah menjadi rahasia umum, banyak terselip pesan propaganda dalam setiap film produksi Negeri pimpinan Kim Jong-un itu. 

Kantor berita BBC pekan ini mengulas industri film di Korut yang sudah dimulai sejak tahun 1970an dan 1980an. Mantan Presiden Kim Jong-il dikenal sebagai penggila film. Namun, dia mengaku tidak puas terhadap kualitas film produksi dalam negerinya itu. 

Tidak kehabisan akal, Jong-il lantas memerintahkan untuk menculik sutradara dari negeri tetangganya Korea Selatan, Shin Sang-ok dan istrinya, aktris Choi Eun-hee di tahun 1978. Shin kemudian diperintahkan untuk membuat film mengenai Korut dengan kualitas hiburan dan nilai produksi yang lebih. 

Menurut penulis buku berjudul "Sinema Korea Utara: Sebuah Sejarah", Johannes Schonherr, Shin bisa dengan jitu memadukan ketatnya persyaratan untuk membuat film di Korut dan propaganda Pemerintah menjadi sebuah film yang bagus. 

"Dia mengubah kualitas film Korut. Hampir sebagian besar film Korut dibuat atas arahannya," kata Schonherr. 

Beberapa film hasil karya Shin termasuk Runaway, sebuah film aksi yang berakhir dengan ledakan di kereta dan Pulgasari yang terinspirasi dari film Godzilla Jepang. Tidak betah membuat film di Korut, Shin dan istrinya lalu kabur ketika mengadakan perjalanan bisnis di Wina tahun 1986 silam. 

Kesal dengan kelakuan Shin, Pemerintah lantas memberikan semua credit title film Pulgasari kepada asisten sutradara, Schonherr. 

Alat Propaganda

Dalam membuat film Korut, sang sutradara harus mempromosikan para pemimpin negara itu, mulai dari Kim Il-sung dan Kim Jong-il. Salah satu contohnya menurut kritisi film dan penulis blog mengenai film Korut, yaitu tampilan era negara itu sebelum dipimpin dinasti Kim. 

"Di dalam film ada sebuah hal kontras antara hidup di masa lalu dan saat ini. Terlihat saat dipimpin mereka, kehidupan Korut jauh lebih baik," kata Fowler. 

Namun, dalam semua film ditegaskan tidak boleh ditunjukkan sosok aktor yang menyerupai mereka. Jadi, sosok para pemimpin negara Korut itu hanya ditunjukkan secara tidak langsung. 

"Contohnya, dalam sebuah film perang, seseorang digambarkan mengangkat telepon dari Kim Il-sung dan bermaksud ingin memberikan masukan strategi militer," kata seorang pengajar Kajian Asia dan Timur Tengah Universitas Cambridge, Mark Morris. 

Lantas, lanjut Morris, tiba-tiba semua tentara orang langsung membenarkan baju mereka ketika telepon itu berdering. 

"Sang Jenderal lalu mengangkat telepon seolah-olah benda itu hidup dan memancarkan cahaya," ujar Morris. 

Namun, uniknya menurut salah satu seorang sutradara bernama Lynn Lee yang pernah membuat film dokumenter tentang industri film Korut, sensor di sana mewajibkan kameraman merekam semua gambar para pemimpin mereka tanpa terputus. 

"Mereka harus direkam secara utuh. Apabila ada bagian gambar ada foto para pemimpin itu dan hasilnya terpotong, maka potongan film sudah pasti ditolak," kata Lee. 

Sebelum film itu ditunjukkan ke hadapan umum, badan sensor akan melihat potongan hasil rekaman gambar setiap harinya. Belum lagi, saat pembuatan film, para sineas itu mendapat penjagaan yang ketat, sehingga tidak bisa merekam sembarangan objek. 

"Badan sensor itu juga tidak suka apabila ada adegan yang menggambarkan orang tengah bersepeda, kabel listrik atau kancing baju warga mereka terbuka. Apabila ditemukan adegan itu maka langsung dihapus," tuturnya. 

Karena film secara terang-terangan di sana digunakan sebagai alat propaganda, maka jangan heran apabila warga asing yang bermukim di sana, kerap mendapat peran sebagai penjahat. Siapa pun yang terlihat berpenampilan orang bule apalagi berasal dari Amerika Serikat (AS), maka langsung ditawari peran sebagai kriminal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar