Pemberlakuan larangan ekspor mineral yang tertuang dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara
(Minerba) menuai beragam tanggapan. Terutama dari kalangan karyawan
perusahaan tambang. Alasannya, larangan tersebut bisa memberi dampak
cukup besar terhadap kesejahteraan pekerja tambang.
Dengan alibi itu pemerintah menyiasatinya dengan menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) serta Peraturan Menteri yang memberikan
kelonggaran bagi perusahaan agar tetap dapat melakukan ekspor.
Namun, pemerintah diminta cermat dalam mengeluarkan PP dan Permen
ini, agar tepat sasaran. Salah satunya jangan memberikan kelonggaran
kepada perusahaan tambang yang tak patuh pada aturan perundang-undangan.
"Pemerintah harus mencermati pengusaha yang benar-benar ingin
membangun smelter yaitu penambang yang patuh dan melakukan kegiatan
eksplorasi dengan benar, melakukan Feasibility Study (FS) dengan benar
dan memiliki rencana implementasi yang jelas," ujar konsultan dari
Perhimpunan Ahli Tambang Indonesia (Perhapi) Budi Santoso di Jakarta.
Sesungguhnya pemerintah tidak perlu memenuhi semua aduan dari semua
perusahaan. Terutama yang tidak memiliki komitmen kuat menjalankan
kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Pemerintah
harus membuat syarat ketat jika memang masih membolehkan ekspor.
"Pemerintah harus membuat standar-standar sebagai syarat untuk
mendapatkan perlakukan khusus yang sifatnya sangat mutlak," ungkap dia.
Budi mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan faktor pendorong dan
penunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Karena setiap
penambahan rantai kegiatan ekonomi akan meningkatkan multiplier effect
pengusahaan pertambangan," ucapnya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar