Terlebih yang diajukan perusahaan tambang raksasa semisal Freeport
dan Newmont. Marwan menilai, sedari awal kedua perusahaan raksasa ini
tidak menunjukkan niat baik menjalankan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun
2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) dengan tidak membangun
smelter.
Dia menuturkan, seluruh perusahaan baik pemegang Kontrak Karya (KK)
maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) menyatakan menyanggupi ketentuan
hilirisasi atau pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada
saat UU Minerba disahkan.
Bahkan mereka menyanggupi membangun smelter dalam jangka waktu lima
tahun, lebih cepat dua tahun dibandingkan dengan tawaran yang ditawarkan
DPR.
"Melihat kondisi sekarang, dapat disimpulkan bahwa kontraktor KK seperti Freeport
dan Newmont pada dasarnya memang tidak mempunyai niat membangun smelter
dan telah menunjukkan sikap pembangkangan terhadap UU Minerba," ujar
Marwan di Jakarta,
Marwan menuturkan, alasan yang digunakan Freeport
dan Newmont yang menyebutkan bahwa telah mereka melakukan pengolahan di
dalam negeri, tidak dapat diterima. Sebab, pengolahan yang sudah
dikerjakan hanya 30 persen, sehingga belum dapat memberikan nilai tambah
bagi negara.
"UU Minerba itu mewajibkan pengolahan meningkat dari 30 persen
menjadi 100 persen, seperti tertuang dalam Pasal 170, atau keseluruhan
konsentrat Freeport dan Newmont harus diolah di dalam negeri. Karena itu, mereka tidak pantas untuk diberi kelonggaran," kata dia.
Freeport dan Newmont juga dituding sudah mengantisipasi pemberlakuan
UU Minerba dengan cara menggenjot produksi berkali lipat sehingga
merugikan negara.
"Hasilnya, harga produk turun, penerimaan negara justru jauh lebih
rendah dibanding berlipatgandanya produksi dan kerusakan lingkungan yang
masif," ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar